KOMPAS.com - Cacing adalah parasit yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Tidak ada satu pun cacing yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
Salah satu jenis cacing yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah cacing Enterobius vermicularis atau yang dikenal dengan sebutan cacing kremi (pinworm).
Cacing kremi merupakan jenis cacing gelang yang berbentuk tipis, berwarna putih, berukuran sangat kecil, dan panjangnya sekitar 6 sampai 13 milimeter.
Baca juga: Awas, 4 Parasit Ini Sama Bahayanya dengan Cacing Pita
Infeksi cacing kremi, disebut juga dengan penyakit enterobiasis, lazim dialami manusia dan sering terjadi pada anak-anak usia 5 hingga 10 tahun.
Ketika penderita tidur, cacing kremi betina meninggalkan usus melalui anus dan menyimpan telurnya di kulit sekitar.
Hal ini menyebabkan penderita mengalami gatal-gatal di sekitar anus dan rasa tidak nyaman sehingga sulit tidur karena gelisah.
Manusia terinfeksi cacing kremi akibat tertelannya larva cacing yang sudah dibuahi melalui jari-jari yang kotor, makanan yang terkontaminasi, atau udara.
Cacing masuk ke tubuh manusia dalam bentuk larva lalu akan berkembang di pembuluh darah dan mengalir ke paru-paru atau jantung.
Larva memerlukan waktu setidaknya dua pekan untuk menetas dan ikut mengalir ke kerongkongan.
Kemudian, larva akan tertelan di usus halus dan tumbuh menjadi cacing dewasa dalam waktu sekitar tiga pekan.
Larva cacing dapat masuk ke tubuh manusia melalui berbagai cara, seperti:
Baca juga: Waspadai Cacing Pita pada Sushi
Beberapa tanda seseorang terinfeksi cacing kremi:
Mengutip dari Healthline, manusia terinfeksi cacing kremi karena menelan atau menghirup larva cacing kremi secara tidak sengaja.
Setelah larva masuk ke dalam tubuh mereka akan menetap di usus sampai menetas dan tumbuh dewasa.
Cacing kremi betina yang telah dewasa akan berpindah ke usus besar dan keluar dari tubuh melalui anus pada malam hari.
Cacing kremi betina akan bertelur pada lipatan kulit sekitar anus lalu kembali ke usus besar. Inilah yang sering menyebabkan rasa gatal dan iritasi pada anus.
Baca juga: Mengenal Bahaya Cacing Pita, Cara Deteksi, dan Pencegahannya
Anus menjadi iritasi akibat penderita menggaruk anus terlalu berlebihan untuk meredakan gatal.
Apabila penderita menggaruk daerah yang terinfeksi maka larva cacing kremi akan berpindah ke jari dan dapat bertahan di tangan selama beberapa jam.
Hal ini menyebabkan larva dapat menyebar melalui sentuhan tangan terhadap permukaan benda-benda lain, dan dapat bertahan hidup hingga tiga minggu.
Jika tidak segera diobati, larva cacing kremi yang telah menetas di anus dapat kembali menginfeksi usus tempat asalnya.
Infeksi cacing kremi bukan disebabkan oleh hewan peliharaan, seperti anjing dan kucing karena manusia adalah satu-satunya inang cacing kremi.
Penyakit enterobiasis dapat didiagnosis dengan melakukan pengecekan terhadap sisa-sisa feses di laboratorium.
Jika pada pemeriksaan ditemukan larva cacing atau cacing maka penderita positif enterobiasis.
Selain itu, juga dapat dilakukan tape test untuk mendiagnosis enterobiasis.
Tape test dilakukan dengan menggunakan plester khusus atau selotip pada kulit di sekitar anus.
Jika terdapat larva atau cacing pada kulit sekitar anus maka akan menempel pada selotip.
Baca juga: Tak Selalu Bahaya, Ini Catatan FAO tentang Cacing Pada Makarel Kaleng
Kemudian, selotip tersebut dibawa ke dokter atau laboratorium untuk diperiksa dengan mikroskop agar dapat melihat apakah terdapat telur cacing kremi.
Penderita enterobiasis dapat diobati dengan memberikan obat cacing (antelmintik) dan krim atau salep pereda gatal pada kulit sekitar anus.
Dikarenakan cacing kremi mudah menular dan menginfeksi orang lain, disarankan untuk memberikan obat pada semua anggota keluarga sebagai pencegahan.
Beberapa jenis obat cacing bagi penderita enterobiasis adalah:
Selain itu, penting untuk menjaga kebersihan rumah dan anggota keluarga agar infeksi cacing kremi tidak meluas.
Beberapa tindakan berikut dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran cacing kremi:
Baca juga: Misteri Tubuh Manusia: Benarkah Perut Keroncongan gara-gara Cacing?
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.