KOMPAS.com - Kornea adalah lapisan pelindung terluar mata. Kornea merupakan lapisan bening berbentuk kubah yang melapisi bagian tengah mata.
Kornea berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya untuk pertama kali lalu membiaskan atau membelokkan sinar menuju pupil.
Namun, terdapat kondisi di mana kornea mengalami penipisan, yaitu keratoconus. Keratoconus merupakan penyakit mata progresif yang ditandai dengan penonjolan kornea.
Baca juga: Ulkus Kornea
Keratoconus terjadi karena kornea mengalami penipisan sehingga menonjol ke luar dan tampak seperti kerucut.
Kondisi ini menyebabkan mata tidak dapat fokus pada objek dengan benar atau pandangan menjadi kabur dan lebih sensitif terhadap cahaya.
Keratoconus biasanya terjadi pada kedua mata dan lebih sering dialami orang berusia 10 sampai 25 tahun.
Penyakit ini berkembang secara perlahan, bahkan dapat memburuk selama 10 tahun atau lebih.
Dikutip dari DocDoc, gejala keratoconus, meliputi:
Merangkum Mayo Clinic dan All About Vision, penyebab keratoconus masih belum diketahui secara pasti.
Baca juga: Proptosis (Mata Menonjol)
Namun, beberapa penelitian menunjukkan keratoconus terjadi karena ketidakseimbangan enzim dalam kornea.
Ketidakseimbangan ini menyebabkan kornea lebih rentan terhadap kerusakan oksidatif dari radikal bebas sehingga kornea melemah dan menonjol ke depan.
Melansir dari Mayo Clinic, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko mengalami keratoconus, yaitu:
Merangkum Mayo Clinic dan DocDoc, selain melakukan pemeriksaan pada mata dan mengetahui riwayat kesehatan penderita dan keluarga, dokter akan melakukan:
Menggunakan peralatan khusus yang mengukur daya lihat mata untuk mendeteksi adanya gangguan penglihatan.
Dokter akan mengarahkan sinar cahaya vertikal pada permukaan mata dan menggunakan mikroskop berdaya rendah, untuk melihat struktur mata.
Baca juga: 6 Cara Mudah Jaga Kesehatan Mata
Lalu, dokter akan mengevaluasi bentuk kornea dan mencari kemungkinan gangguan lain pada mata.
Dokter akan memfokuskan lingkaran cahaya pada kornea dan mengukur refleksi cahaya tersebut dengan melihat pola pantulan cahaya, untuk menentukan bentuk dasar kornea.
Tes fotografi khusus, seperti optical coherence tomography (OCT) dan topografi kornea dapat menghasilkan pencitraan kornea.
Pemeriksaan ini juga dapat menghasilkan pemetaan bentuk secara detail dari permukaan kornea dan dapat mengukur ketebalan kornea.
Menurut Mayo Clinic, penanganan keratoconus akan disesuaikan dengan tingkat keparahan dan progresivitas kondisi yang dialami penderita.
Pada kasus keratoconus derajat ringan hingga sedang dapat ditangani dengan kacamata atau lensa kontak.
Berikut beberapa metode penanganan untuk mengatasi keratoconus:
Terdapat beragam jenis lensa yang dapat digunakan untuk mengatasi keratoconus, seperti:
Baca juga: 7 Makanan yang Dapat Meningkatkan Kesehatan Mata
Pemilihan lensa untuk menangani keratoconus akan disesuaikan dengan gejala dan tingkat keparahan yang dialami penderita.
Penderita juga harus melakukan pemeriksaan rutin untuk menentukan apakah kekuatan lensa sudah sesuai dan penempatannya tepat.
Penderita mungkin memerlukan operasi jika mengalami kondisi berikut:
Prosedur operasi yang dilakukan akan disesuaikan dengan lokasi pengerucutan pada kornea dan tingkat keparahan kondisi yang dialami penderita.
Prosedur pembedahan yang dapat dilakukan untuk menangani keratoconus adalah transplantasi (cangkok) kornea atau keratoplasti dan corneal inserts.
Mengutip Hopkins Medicine, masih belum ada cara efektif yang secara sepenuhnya dapat mencegah kondisi ini.
Baca juga: Konsumsi Suplemen Baik Untuk Kesehatan Mata, Benarkah?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.