KOMPAS.com - Distonia adalah gangguan gerakan ketika otot-otot berkontraksi tanpa sadar, menyebabkan gerakan berulang atau memutar.
Kondisi ini dapat memengaruhi satu bagian tubuh (distonia fokal), dua atau lebih yang berdekatan (distonia segmental), atau seluruh bagian tubuh (distonia umum).
Kejang otot yang terjadi dapat tergolong ringan hingga berat dan terasa sakit. Gangguan ini dapat memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Distonia: Gejala, Penyebab, dan Komplikasi
Gejala distonia dapat bervariasi dan berkembang melalui beberapa tahapan. Beberapa gejala awal meliputi:
Gejala dapat dipicu oleh kondisi penderitanya, seperti diperburuk dengan adanya stres atau kelelahan.
Selain itu, penderita juga seringkali mengeluh kesakitan dan lelah karena kontraksi otot yang konstan.
Apabila gejala distonia terjadi pada masa kanak-kanak, gejala akan berawal di kaki atau tangan. Namun, gejala dapat dengan cepat berkembang ke seluruh tubuh.
Pada masa remaja, tingkat perkembangan gejala cenderung akan melambat.
Sementara itu, distonia yang berkembang di awal masa dewasa biasanya bermula di tubuh bagian atas dengan perkembangan gejala lambat.
Tidak diketahui secara pasti penyebab dari distonia. Namun, perkembangannya melibatkan perubahan komunikasi sel saraf di beberapa daerah otak.
Baca juga: Mengenal Distonia, Penyebab Gerakan Otot dan Postur Tubuh Abnormal
Selain itu, beberapa jenis distonia bersifat herediter atau diwariskan dari orang tua.
Distonia juga dapat menjadi gejala dari penyakit lain yang mendasarinya, seperti:
Dokter akan mengawali pemeriksaan dengan mengevaluasi fisik dan bertanya terkait riwayat medis.
Untuk menentukan penyebab dari gejala yang timbul, dokter mungkin akan melakukan:
Baca juga: 11 Fungsi Otot pada Manusia
Terdapat beberapa pilihan untuk mengobati distonia. Pengobatan ditentukan berdasarkan jenis dan tingkat keparahan gejala.
Melansir Web MD, perawatan yang baru-baru ini diperkenalkan adalah toksin botulinum yang juga disebut Botoks atau Xeomin.
Toksin disuntikkan pada otot yang terpengaruh penyakit dan memblokir efek asetikolin yang menghasilkan kontraksi otot. Suntikan perlu dilakukan ulang setiap tiga bulan.
Apabila distonia menyebabkan penderitanya menjadi cacat, pilihan pengobatan dapat berupa stimulasi otak.
Prosedur ini melibatkan elektroda yang ditanamkan ke area tertentu di otak dan dihubungkan ke stimulator bertenaga baterai yang ditanamkan di dada.
Elektroda kemudian mentransmisikan pulsa listrik yang dibentuk oleh stimulator ke daerah otak untuk mengurangi kontraksi otot.
Dokter akan mengatur frekuensi dan intensitas pulsa listrik.
Beberapa obat-obatan yang dapat digunakan untuk menangani kontraksi otot berlebihan pada distonia, meliputi:
Baca juga: Otot Kaku
Prosedur lain yang dapat digunakan:
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.