KOMPAS.com - Bagi sebagian orang, menggertakkan gigi adalah tindakan yang sering dilakukan bahkan menjadi kebiasaan. Kebiasaan ini dalam istilah medis disebut bruxism.
Menggertakkan gigi merupakan tindakan menyatukan gigi dan mengepalkan otot tanpa menggerakkan gigi ke depan dan ke belakang.
Bruxism adalah kondisi ketika seseorang menggertakkan, menekan, atau menggesekkan giginya ke atas dan ke bawah maupun ke kanan dan ke kiri saat tidak mengunyah.
Baca juga: 8 Masalah Gigi dan Mulut beserta Cara Mengatasinya
Bruxism sering terjadi ketika sedang stres atau cemas dan sering kali tidak dilakukan secara sengaja atau penderita tidak menyadari bahwa mereka melakukannya.
Bruxism yang terjadi secara tidak sadar saat penderita bangun atau terjaga disebut awake bruxism. Sedangkan bruxism pada malam hari atau saat tidur disebut dengan sleep bruxism.
Bruxism yang terjadi pada saat tidur merupakan salah satu gangguan tidur dan umumnya diikuti kebiasaan lain, seperti mendengkur atau sleep apnea, yaitu henti napas sejenak saat tidur.
Mengutip Mayo Clinic, gejala bruxism di antaranya:
Baca juga: Menkes Dorong Pemanfaatan Teknologi untuk Layanan Dokter Gigi Saat Pandemi Covid-19
Melansir Medical News Today, penyebab bruxism masih belum diketahui secara pasti tetapi terdapat beberapa faktor yang mungkin memicu bruxism.
Pada anak-anak, bruxism biasanya terjadi setelah gigi pertama muncul dan kembali dialami ketika gigi permanen muncul. Kondisi ini biasanya berhenti setelah erupsi gigi permanen.
Bruxism juga sering terjadi ketika stres, misalnya saat marah, cemas, atau sedang konsentrasi.
Selain itu, bruxism juga dapat terjadi akibat efek samping dari obat-obatan tertentu, seperti beberapa jenis obat antidepresan dan antipsikotik, serta amfetamin.
Kondisi neurologis, seperti penyakit Huntington atau penyakit Parkinson juga dapat menyebabkan bruxism.
Terdapat beberapa faktor lain yang dapat memicu bruxism atau memperparahnya, seperti:
Dikutip dari Mayo Clinic, bruxism dapat didiagnosis dengan melakukan pemeriksaan gigi rutin karena dokter gigi akan memeriksa gejala bruxism.
Baca juga: 5 Hal Sederhana yang Bisa Rusak Gigi
Jika ditemukan gejala bruxism maka dokter gigi akan melihat perubahan pada gigi dan mulut selama beberapa kali kunjungan.
Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan atau kemajuan dari perawatan, serta untuk menentukan apakah diperlukan perawatan lebih lanjut.
Selain itu, dokter juga akan mencari penyebab bruxism melalui tanya jawab mengenai kesehatan gigi secara umum, penggunaan obat-obatan, dan sebagainya.
Cara yang paling dapat diandalkan untuk mendiagnosis bruxism adalah melalui pengukuran elektromiografi (EMG).
Metode ini dilakukan dengan mengambil sinyal listrik dari otot masseter dan otot temporal.
Otot masseter memiliki fungsi, di antaranya:
Sedangkan fungsi utama otot temporal adalah untuk mengangkat rahang dan menjulurkannya ke depan.
Dirangkum dari Hopkins Medicine dan Healthline, perawatan akan disesuaikan dengan penyebab bruxism.
Tidak ada obat untuk bruxism tetapi terdapat berbagai metode untuk meredakan gejala dan penyebab yang mendasarinya, seperti:
Baca juga: 5 Tips Aman Pergi ke Dokter Gigi Saat Pandemi Covid-19
Manajemen stres dan kecemasan dapat membantu mengurangi atau mencegah bruxism pada orang yang rentan mengalaminya.
Baca juga: Kapan Harus Pergi ke Dokter Gigi Saat Pandemi Covid-19?
Menerapkan kebiasaan tidur yang baik juga dapat mencegah bruxism saat tidur, misalnya:
Selain itu, melakukan pemeriksaan gigi secara rutin juga dapat membantu mengidentifikasi gejala bruxism.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.