KOMPAS.com - Salah satu gangguan dalam proses belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, mengeja, menulis, atau berbicara adalah disleksia.
Disleksia menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi kata-kata yang diucapkan, serta mengubahnya menjadi huruf atau kalimat.
Kesulitan dalam memproses kata-kata inilah yang menyebabkan penderita disleksia sulit mengeja, menulis, atau berbicara dengan jelas.
Baca juga: Gejala Disleksia Sesuai Rentang Usia yang Perlu Diwaspadai
Disleksia merupakan gangguan neurologis pada bagian otak yang memproses bahasa.
Meskipun termasuk gangguan neurologis, kondisi ini tidak memengaruhi atau berhubungan tingkat kecerdasan penderita.
Penderita disleksia umumnya memiliki penglihatan normal dan tingkat kecerdasan yang sama dengan orang lain yang tidak menderita disleksia.
Hingga saat ini, tidak obat yang dapat menyembuhkan disleksia. Namun, diagnosis dini dan dukungan perawatan yang tepat dapat membantu meningkatkan prestasi penderitanya.
Dirangkum dari situs Better Health Channel dan Mayo Clinic, gejala disleksia cukup sulit untuk dikenali sebelum anak mencapai usia sekolah.
Berikut beberapa tanda yang dapat menjadi gejala disleksia:
Baca juga: Mengenal Gejala Disleksia berdasarkan Rentang Usia
Apabila perkembangan kemampuan membaca dan menulis anak terlihat lambat hingga anak kelas 1 SD, sebaiknya orang tua segera melakukan konsultasi dengan dokter.
Hal ini dilakukan karena disleksia yang tidak ditangani akan menyebabkan anak mengalami kesulitan membaca hingga mereka dewasa.
Mengutip Medical News Today, hingga kini penyebab disleksia masih belum diketahui secara pasti.
Baca juga: Benarkah Membaca Sambil Tiduran Berbahaya untuk Mata?
Namun, kondisi ini diduga berkaitan dengan kelainan gen yang memengaruhi kinerja otak dalam membaca dan berbahasa.
Beberapa peneliti mengatakan bahwa perubahan pada gen DCDC2 juga berkaitan dengan gangguan membaca dan disleksia.
Selain itu, cedera otak atau stroke juga dapat berperan dalam perubahan cara kerja otak yang menyebabkan disleksia.
Menurut Mayo Clinic, berikut beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seseorang mengalami disleksia:
Dikutip dari situs Mayo Clinic, dokter akan mempertimbangkan beberapa faktor berikut saat mendiagnosis disleksia:
Tes psikologi juga membantu menyingkirkan kemungkinan gangguan kecemasan atau depresi yang dapat memengaruhi kemampuan kemampuan belajar.
Baca juga: Tak Hanya Tambah Ilmu, Baca Buku Bisa Perpanjang Umur
Merangkum National Health Service dan Mayo Clinic, disleksia merupakan kondisi yang tidak dapat disembuhkan.
Meskipun demikian, terdapat metode khusus yang dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis penderita disleksia.
Metode ini disebut dengan metode fonik, yaitu metode yang meningkatkan kemampuan pasien dalam mengidentifikasi dan memproses suara.
Pada metode fonik, penderita disleksia akan mendapat sejumlah pelatihan berikut:
Metode fonik idealnya disampaikan secara terstruktur dengan tiap langkah yang terus dikembangkan.
Baca juga: Dyscalculia, Kelainan Belajar yang Membuat Anak Lemah dalam Matematika
Anak-anak penderita disleksia umumnya juga akan diminta untuk mempraktikkan materi yang telah dipelajari secara teratur.
Selain itu, beberapa langkah berikut juga dapat dilakukan orang tua untuk membantu proses pemulihan anak:
Baca juga: Gangguan Belajar pada Anak: Jenis, Penyebab, hingga Cara Menanganinya
Menurut Mayo Clinic, disleksia dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berikut:
Dikarenakan membaca merupakan keterampilan dasar pada sebagian besar mata pelajaran di sekolah maka penderita disleksia dapat tertinggal secara akademis
Tanpa perawatan, disleksia dapat menyebabkan penderitanya merasa rendah diri yang memicu perubahan perilaku, kecemasan, dan penarikan diri dari lingkungan sosial
Ketidakmampuan membaca dan memahami dapat menghalangi penderitanya mencapai potensi atau mimpinya.
Kondisi ini juga dapat berdampak pada pendidikan, kehidupan sosial, dan ekonomi penderita disleksia.
Kondisi ini dapat menyebabkan penderitanya sulit berkonsentrasi, serta menimbulkan perilaku hiperaktif dan impulsif.
Perilaku hiperaktif dan impulsif akibat ADHD dapat menyebabkan disleksia lebih sulit ditangani.
Baca juga: 3 Cara Cegah Anak Bosan saat Harus Belajar di Rumah
Dilansir dari Lybrate, dikarenakan penyebab disleksia masih belum diketahui secara pasti maka tidak ada tindakan efektif yang dapat mencegah kondisi ini.
Namun, menjaga kehamilan tetap sehat dan memastikan kebutuhan nutrisi janin terpenuhi dapat membantu mengurangi faktor risiko disleksia.
Tidak hanya selama kehamilan, kebutuhan nutrisi anak dari bayi hingga tumbuh dewasa juga harus selalu terpenuhi.
Selain itu, diagnosis dini dan dukungan perawatan yang tepat dapat membantu mencegah komplikasi disleksia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.