KOMPAS.com - Plasenta merupakan organ yang terbentuk dan menempel pada dinding rahim selama masa kehamilan.
Plasenta menyalurkan oksigen dan nutrisi melalui tali pusar yang terhubung dari plasenta ke janin.
Plasenta juga berfungsi untuk membawa zat sisa metabolisme janin menuju ke darah ibu agar dapat dikeluarkan dari tubuh.
Baca juga: Plasenta previa
Salah satu bentuk komplikasi kehamilan adalah solusio plasenta, yaitu lepasnya sebagian atau seluruh plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan.
Normalnya, plasenta akan ikut keluar setelah bayi dilahirkan. Namun, terdapat kondisi yang menyebabkan plasenta terlepas dari dinding rahim sebelum proses persalinan.
Lepasnya plasenta ini disebut solusio plasenta, yaitu kondisi serius yang dapat menghambat, bahkan menghentikan pasokan nutrisi dan oksigen ke janin.
Selain itu, solusio plasenta atau abrupsio plasenta dapat menyebabkan ibu mengalami perdarahan hebat.
Solusio plasenta sering kali terjadi secara tiba-tiba dan dapat terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan, tetapi lebih sering terjadi pada trimester ketiga.
Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat membahayakan nyawa ibu dan bayi.
Merangkum Mayo Clinic dan WebMD, solusio plasenta dapat terjadi setelah minggu ke-20 kehamilan, tetapi trimester ketiga lebih rawan untuk mengalami kondisi ini.
Solusio plasenta dapat ditandai dengan perdarahan saat hamil. Namun, tidak semua perdarahan dari vagina saat hamil merupakan gejala solusio plasenta.
Banyak sedikitnya perdarahan dapat bervariasi dan tidak dapat diartikan sebagai derajat keparahan solusio plasenta.
Hal ini dikarenakan pada sebagian kasus, darah terperangkap di dalam rahim sehingga tidak menimbulkan perdarahan.
Baca juga: Fakta Seputar Plasenta Previa, Biang Pendarahan pada Ibu Hamil
Selain perdarahan, berikut beberapa gejala lain dari solusio plasenta:
Solusio plasenta juga dapat berkemang secara perlahan atau kronis, yang ditandai dengan beberapa kondisi berikut:
Menurut Mayo Clinic, penyebab solusio plasenta hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti.
Kondisi ini diduga terjadi akibat cedera pada bagian perut ibu hamil, seperti karena kecelakaan atau terjatuh.
Dirangkum dari situs WebMD dan Better Health Channel, berikut beberapa kondisi yang meningkatkan risiko ibu hamil mengalami solusio plasenta:
Baca juga: Plasenta Akreta
Merangkum Better Health Channel dan Mayo Clinic, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi rasa nyeri atau kaku pada rahim.
Dokter juga akan melakukan pemeriksaan atau memonitor detak jantung janin untuk mengetahui kondisi janin.
Guna memastikan diagnosis dan membantu mengetahui penyebab perdarahan vagina, dokter akan melakukan pemeriksaan tes darah, tes urine, dan USG kehamilan.
Terkadang, diagnosis solusio plasenta baru dapat ditegakkan setelah proses persalinan.
Jika plasenta yang keluar disertai dengan gumpalan darah yang berwarna lebih pekat maka dokter akan memeriksa plasenta di laboratorium.
Dilansir dari laman WebMD, plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim tidak dapat ditempelkan kembali.
Penanganan solusio plasenta akan disesuaikan dengan kondisi janin dan ibu, usia kehamilan, dan tingkat keparahan solusio plasenta.
Solusio plasenta yang terjadi pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu, dokter mungkin akan meminta pasien dirawat di rumah sakit.
Hal ini dilakukan agar pasien dapat betul-betul diobservasi secara ketat oleh tenaga medis sehingga dokter dapat mengambil keputusan yang lebih tepat.
Baca juga: Retensi Plasenta
Jika selama observasi detak jantung janin normal dan perdarahan juga berhenti maka ibu hamil bisa pulang.
Dokter mungkin akan memberikan suntikan steroid untuk membantu mempercepat pertumbuhan paru-paru janin.
Hal ini dilakukan agar ketika solusio plasenta memburuk dokter dapat segera melakukan persalinan meski belum memasuki waktu persalinan.
Sedangkan pada solusio plasenta yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, dokter akan melakukan proses persalinan yang tidak membahayakan ibu dan bayi.
Apabila solusio plasenta tidak parah, ibu hamil dapat melakukan persalinan pervaginam atau melahirkan secara normal.
Namun, jika solusio plasenta cukup membahayakan kondisi ibu dan bayi maka dokter akan melakukan operasi cesar untuk melahirkan (mengeluarkan) janin.
Selama proses persalinan, ibu hamil mungkin memerlukan transfusi darah akibat mengalami perdarahan hebat.
Dirangkum dari WebMD dan Mayo Clinic, solusio plasenta dapat membahayakan nyawa ibu maupun janin dalam kandungannya.
Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil:
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Kram Perut saat Hamil
Perdarahan hebat dapat menyebabkan ibu hamil kehilangan rahim karena harus menjalani operasi pengangkatan rahim atau histerektomi.
Kondisi ini juga dapat menyebabkan kematian pada ibu hamil.
Solusio plasenta dapat menyebabkan bayi mengalami beberapa komplikasi berikut:
Menurut Better Health Channel, solusio plasenta merupakan kondisi yang tidak dapat dicegah.
Namun, beberapa tindakan berikut dapat mengurangi risiko ibu hamil mengalami solusio plasenta:
Baca juga: 12 Tips Aman Olahraga untuk Ibu Hamil
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.