KOMPAS.com - Mata merah tidak hanya sekadar iritasi mata saja, tetapi juga dapat disebabkan oleh kondisi lain. Salah satunya adalah uveitis.
Uveitis merupakan peradangan yang terjadi pada lapisan tengah bagian dalam mata yang disebut uvea.
Uvea terdiri dari iris, koroid, dan badan siliar, yaitu jaringan ikat antara iris dan koroid. Uvea menjadi lapisan yang berada di antara lapisan sklera dan retina.
Baca juga: 3 Cara Mudah Mengatasi Mata Merah
Uvea memiliki banyak pembuluh darah dan arteri yang mengedarkan darah dan nutrisi ke bagian lain pada mata.
Maka dari itu, uveitis dapat merusak jaringan mata dan memengaruhi kualitas penglihatan, bahkan dapat menyebabkan kebutaan permanen.
Mengutip Healthline, terdapat beberapa jenis uveitis yang diklasifikasikan berdasarkan lokasi peradangan, yaitu:
Merangkum Medical News Today dan National Health Service, uveitis dapat ditandai dengan beberapa gejala berikut:
Baca juga: Waspadai, Mata Merah Bisa Jadi Gejala Covid-19
Gejala uveitis dapat muncul secara tiba-tiba atau bertahap dalam beberapa hari. Uveitis dapat terjadi pada salah satu mata maupun kedua mata.
Dirangkum dari American Academy of Ophthalmology dan National Health Service, penyebab uveitis masih tidak diketahui secara pasti. Bahkan, uveitis juga menyerang orang sehat.
Namun, sebagian besar kasus uveitis diduga disebabkan oleh gangguan autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan sehat.
Beberapa penyakit autoimun yang diduga dapat menyebabkan uveitis, meliputi:
Selain karena penyakit autoimun, uveitis diduga juga dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri di dalam tubuh, seperti:
Baca juga: 4 Penyebab Mata Merah dan Cara Menghilangkannya
Dirangkum dari All About Vision dan National Health Service, beberapa penelitian menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko mengalami uveitis.
Hal ini dikarenakan asap rokok mengandung senyawa yang dapat memicu peradangan di dalam pembuluh darah.
Asap rokok juga dapat menyebabkan gangguan sistem kekebalan (autoimun) yang memicu uveitis
Selain itu, terdapat beberapa kondisi lain yang dapat meningkatkan risiko mengalami penyakit ini, yaitu:
Menurut Cleveland Clinic, terdapat beberapa metode pemeriksaan mata yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis uveitis, yaitu:
Baca juga: 5 Cara Mengatasi Mata Merah sesuai Penyebabnya
Dikutip dari Mayo Clinic, penanganan uveitis bertujuan untuk mengurangi peradangan di mata dan bagian tubuh lain yang mungkin terpengaruh.
Berikut beberapa metode penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi uveitis:
Beberapa jenis obat yang dapat digunakan untuk mengobati uveitis, meliputi:
Prosedur operasi mungkin diperlukan jika gejala uveitis semakin parah atau metode penanganan lain tidak efektif menyembuhkan uveitis.
Berikut beberapa prosedur operasi yang dapat dilakukan untuk mengatasi uveitis:
Baca juga: Benarkah Mata Merah Bisa Jadi Gejala Covid-19?
Prosedur operasi penanaman alat pelepas obat biasanya dilakukan pada penderita posterior uveitis yang sulit diobati.
Prosedur ini umumnya berlangsung selama dua sampai tiga tahun, tetapi lama pengobatan uveitis bergantung pada jenis dan tingkat keparahan uveitis yang diderita.
Merangkum dari Medical News Today dan PatientInfo, uveitis yang tidak mendapatkan penanganan medis dapat menimbulkan sejumlah komplikasi berikut:
Dikutip dari Cleveland Clinic, masih tidak ada cara yang efektif untuk mencegah uveitis, terlebih kondisi ini masih tidak diketahui secara pasti penyebabnya.
Namun, menjaga kesehatan mata yang baik dan berhenti merokok dapat membantu mengurangi risiko mengalami uveitis.
Selain itu, seseorang yang mengidap penyakit autoimun, infeksi, atau kondisi kesehatan lain yang dapat memicu uveitis perlu mendapat penanganan agar dapat mendeteksi dini uveitis.
Baca juga: Konjungtivis (Mata Merah)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.