Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2022, 13:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Resistensi insulin meningkatkan risiko seseorang terhadap diabetes. Seseorang dapat mengalami resistensi terhadap insulin selama bertahun-tahun tanpa menyadarinya.

Tidak ada gejala jelas dari pada penderita resistensi insulin sehingga penting bagi dokter untuk memeriksa kadar glukosa darah secara teratur.

Melansir Healthline, resistensi insulin meningkatkan risiko:

Baca juga: 10 Gejala Resistensi Insulin yang Perlu Diwaspadai

  • mengalami kelebihan berat badan
  • memiliki trigliserida tinggi
  • memiliki tekanan darah tinggi.

Gejala

Orang dengan resistensi insulin yang pankreasnya tetap memproduksi insulin untuk menjaga kadar gula darah tidak akan mengalami gejala apapun.

Namun, seiring waktu resistensi insulin dapat memburuk sehingga sel pankreas yang membuat insulin menjadi aus.

Akibatnya, insulin tidak lagi diproduksi sehingga timbul peningkatan gula darah (hiperglikemia) yang menyebabkan gejala.

Gejala gula darah tinggi, antara lain:

  • meningkatya rasa aus
  • sering buang air kecil
  • meningkatnya rasa lapar
  • penglihatan kabur
  • sakit kepala
  • infeksi vagina dan kulit
  • luka yang penyembuhannya lambat.

Banyak orang tidak memiliki gejala pradiabetes, umumnya selama bertahun-tahun. Pradiabetes mungkin tidak terlihat hingga berkembang menjadi diabetes tipe 2.

Beberapa orang dengan pradiabetes mungkin mengalami gejala berikut:

  • kulit gelap di ketiak atau punggung dan sisi leher, disebut acanthosis nigricans
  • pertumbuhan kulit kecil
  • perubahan mata yang dapat menyebabkan retinopati diabetik.

Baca juga: Bagaimana Resistensi Insulin Bisa Berkembang Menjadi Diabetes?

Jika mengalami gejala ini, segera temui penyedia layanan kesehatan.

Penyebab

Beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami resistensi insulin, yaitu:

  • obesitas, terutama lemak perut
  • gaya hidup tidak aktif
  • diet tinggi karbohidrat
  • diabetes gestasional
  • kondisi kesehatan, seperti penyakit hati non-alkoholik dan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
  • riwayat keluarga dengan diabetes
  • merokok
  • etnis
  • berusia di atas 45 tahun
  • gangguan hormonal seperti sindrom Cushing dan akromegali
  • obat-obatan seperti steroid, antipsikotik, dan obat HIV
  • masalah tidur seperti apnea tidur.

Diagnosis

Sejumlah tes dapat membantu mendiagnosis pradiabetes dan diabetes:

  • tes A1C: mengukur kadar gula darah rata-rata seseorang selama tiga bulan sebelumnya
  • tes glukosa darah puasa: dokter memeriksa kadar glukosa setelah seseorang tidak mengonsumsi apapun selama 8 jam atau lebih
  • tes glukosa acak: melibatkan profesional medis yang memeriksa kadar glukosa darah di beberapa titik pada siang hari.

Baca juga: Memahami Hubungan Gula Darah dan Insulin

Dokter biasanya meminta lebih dari satu tes ini untuk memastikan diagnosis yang akurat.

Jika kadar gula darah secara konsisten turun di luar kisaran normal, mungkin menunjukkan bahwa tubuh menjadi resisten terhadap insulin.

Perawatan

Tidak semua faktor yang berkontribusi terhadap resistensi insulin dapat diobati, seperti faktor genetik dan usia, modifikasi gaya hidup adalah pengobatan utama untuk resistensi insulin.

Modifikasi gaya hidup meliputi:

  • makan makanan sehat
  • meningkatkan aktivitas fisik
  • menurunkan berat badan berlebih.

Melansir Medical News Today, studi mengungkapkan bahwa kehilangan 7 persen dari kelebihan berat badan dapat mengurangi timbulnya diabetes tipe dua sebesar 58 persen.

Seiring waktu, modifikasi gaya hidup dapat:

  • meningkatkan sensitivitas insulin (mengurangi resistensi insulin)
  • menurunkan kadar glukosa darah
  • menurunkan tekanan darah
  • menurunkan kadar trigliserida dan kolestrol LDL (jahat)
  • meningkatkan kadar kolestrol HDL (baik).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com