Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/11/2021, 13:00 WIB
Xena Olivia,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Trypophobia adalah jenis fobia (ketakutan) terhadap lubang atau permukaan yang berlubang-lubang.

Kata trypophobia berasal dari bahasa Yunani ‘trypta’ yang berarti lubang dan ‘phobos’ yang berarti ketakutan.

Namun, istilah trypophobia itu sendiri tidak berasal dari Yunani kuno, melainkan dari sebuah forum web pada tahun 2005.

Baca juga: Kenali Apa itu Fobia, Gejala, Penyebab, Cara Mengatasinya

Jenis ketakutan ini merupakan salah satu dari banyak ketakutan terhadap hal-hal yang tidak berbahaya, seperti chaetophobia (ketakutan akan rambut) atau mikrofobia (ketakutan akan hal-hal kecil).

Orang dengan trypophobia memiliki reaksi fisik dan emosional yang kuat setiap melihat pola yang terdiri dari lubang atau bintik-bintik.

Semakin besar kelompok lingkaran, semakin besar rasa ketidaknyamanan yang dirasakan.

Gejala

Gejala yang timbul mirip dengan fobia spesifik lainnya. Penderita akan terpicu jika melihat kumpulan lubang kecil atau gundukan, baik secara langsung ataupun melalui gambar.

Tanda dan gejala yang timbul pada penderita trypophobia yang terpicu dapat termasuk:

  • ketakutan dan kecemasan
  • perasaan jijik
  • gatal
  • merinding
  • mual
  • gatal
  • serangan panik
  • napas cepat
  • gemetar
  • berkeringat
  • muntah.

Baca juga: Takut Saat Mendengar Suara Ambulans? Hati-hati Fonofobia

Sekumpulan hal yang dapat menjadi pemicu, beberapa di antaranya:

  • gelembung plastik (bubble wrap)
  • terumbu karang
  • biji buah-buahan
  • lotus
  • lubang pada daging yang sakit atau membusuk
  • sarang madu
  • mata serangga
  • delima
  • spons
  • biji stroberi.

Penyebab

Meskipun belum diketahui secara pasti, terdapat teori bahwa otak mengasosiasikan kumpulan lubang dengan bahaya.

Hal itu dapat menjadi penyebab di balik reaksi yang timbul saat melihat permukaan yang berlubang.

Misalnya, lubang kecil dapat dikaitkan dengan kulit ular berbisa atau mata tarantula. Lubang juga dapat mengingatkan seseorang terhadap penyakit atau ruam kulit.

Teori lain dapat meliputi penggunaan energi dan oksigen yang lebih banyak saat melihat pola berlubang dan memicu perasaan tertekan.

Hal ini juga merupakan ciri dari gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Diagnosis

Psikolog akan dapat lebih mudah membuat diagnosis terhadap fobia ini ketimbang dokter umum.

Baca juga: Takut Jarum Suntik Berlebihan, Waspadai Trypanophobia

Pertama-tama, psikolog akan bertanya mengenai gejala dan bagaimana mereka memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Selain itu, psikolog mungkin akan memberikan beberapa tes atau kuesioner untuk mengetahui seberapa cemas seseorang saat melihat gambar berlubang.

Perawatan

Jika trypophobia memengaruhi kemampuan dan aktivitas sehari-hari, penderita dapat mencoba terapi pemaparan.

Secara bertahap, psikolog akan memberikan pemaparan pada pemicu trypophobia dan membantu mengelola reaksi yang timbul.

Terapi tersebut termasuk ke dalam lingkup psikoterapi (terapi bicara) dan efektif dalam membantu 9 dari 10 orang dengan gangguan fobia tertentu.

Selain itu, selama terapi pemaparan psikolog juga akan:

  • mengajarkan teknik pernapasan dan relaksasi untuk digunakan sebelum dan selama eksposur (terhadap lubang)
  • menampilkan gambar atau video kumpulan pola berlubang untuk membantu mengelola respons
  • secara perlahan dan bertahap, memperluas eksposur penderita hingga menyentuh atau memegang sesuatu dengan pola berlubang, seperti spons.

Selain itu, orang dengan trypophobia dapat mencoba terapi perilaku kognitif (CBT) yang dapat membantu mengubah persepsi dan respons terhadap situasi yang memicu gangguan ini.

Juga, psikolog mungkin akan meresepkan obat antikecemasan untuk membantu orang dengan gangguan fobia tertentu.

Baca juga: Fobia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com