Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/01/2022, 19:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kalsium merupakan mineral yang berfungsi untuk menjaga kesehatan dan kepadatan gigi dan tulang.

Selain itu, kalsium juga diperlukan untuk mendukung kerja sistem saraf, pembekuan darah, serta kontraksi otot.

Kebutuhan kalsium harian setiap orang pun akan berbeda yang disesuaikan berdasar kelompok usia dan jenis kelamin.

Baca juga: 5 Gejala Kelebihan Kalsium yang Perlu Diwaspadai

Melansir Healthline, usia dewasa umumnya disarankan untuk mengonsumsi 1.000 mg kalsium per hari.

Apabila kebutuhan kalsium harian tersebut tidak terpenuhi maka akan meningkatkan risiko untuk mengalami kekurangan kalsium.

Namun, apabila kadar kalsium terlalu tinggi maka kalsium akan menumpuk dan membentuk benjolan pada kulit yang disebut calcinosis cutis.

Benjolan akibat penumpukan kalsium ini dapat muncul di berbagai bagian tubuh, seperti ujung jari, area siku, lutut, serta tulang kering.

Penumpukan kalsium pada kulit dapat terlihat sebagai benjolan keras berwarna putih kekuningan dengan ukuran yang bervariasi.

Calcinosis cutis merupakan kondisi langka yang dapat disebabkan oleh penyakit autoimun, jerawat, penyakit ginjal, dan efek samping obat-obatan tertentu.

Gejala

Merangkum Very Well Health dan DermNet NZ, gejala calcinosis cutis adalah benjolan keras berwarna putih kekuningan yang muncul pada permukaan kulit.

Permukaan kulit yang kerap menjadi tempat munculnya benjolan adalah ujung jari, area siku, lutut, dan tulang kering.

Benjolan calcinosis cutis berkembang secara bertahap dengan ukuran yang bervariasi dan lebih sering muncul berkelompok pada area yang terkena.

Terkadang, calcinosis cutis menimbulkan rasa gatal dan kemerahan pada kulit. Pada kasus yang parah, benjolan tersebut menyebabkan kematian jaringan atau gangrene.

Baca juga: 8 Penyebab Kelebihan Kalsium dalam Darah yang Perlu Diwaspadai

Calcinosis cutis dapat memengaruhi bagian tubuh mana pun, termasuk wajah, tulang, ginjal, pembuluh darah, bahkan organ reproduksi.

Penyebab

Dirangkum dari situs WebMD dan Healthline, calcinosis cutis memiliki penyebab yang bervariasi karena tergantung pada jenisnya. Berikut penjelasannya:

  • Kalsifikasi distrofik

Kalsifikasi distrofik merupakan kondisi yang paling sering menjadi penyebab dari calcinosis cutis.

Kalsifikasi distrofik terjadi ketika kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan protein fosfat yang kemudian mengalami kalsifikasi atau pengapuran.

Kalsifikasi atau pengapuran merupakan akumulasi (penumpukan) kalsium garam pada pembuluh darah, jaringan, maupun organ tubuh.

Berikut beberapa kondisi yang dapat menyebabkan kalsifikasi distrofik:

  1. Infeksi
  2. Cedera
  3. Luka bakar
  4. Tumor
  5. Jerawat
  6. Penyakit jaringan ikat, seperti lupus, rheumatoid arthritis, skleroderma, dan sindrom Sjogren
  7. Dermatomiositis
  8. Sindrom Ehlers-Danlos.

Baca juga: 5 Komplikasi Kelebihan Kalsium dalam Darah yang Perlu Diwaspadai

  • Kalsifikasi metastatik

Kondisi ini terjadi ketika kadar kalsium dan fosfat di dalam tubuh terlalu tinggi sehingga membentuk endapan kalsium yang berbentuk benjolan pada kulit.

Beberapa kondisi yang menjadi penyebab kalsifikasi metastatik, meliputi:

  1. Gagal ginjal kronis
  2. Kelebihan vitamin D
  3. Hiperparatiroidisme, merupakan kondisi ketika kelenjar paratiroid yang berada di leher memproduksi hormon paratiroid secara berlebihan
  4. Sarkoidosis, ditandai dengan munculnya kumpulan sel-sel inflamasi (granuloma) pada bagian tubuh yang bervariasi, seperti pada paru-paru dan kulit
  5. Milk-alkali syndrome, terjadi akibat terlalu banyak mengonsumsi makanan tinggi kalsium
  6. Penyakit tulang, seperti penyakit Paget.
  • Kalsifikasi idiopatik

Kalsifikasi idiopatik berarti bahwa penumpukan kalsium yang dialami pasien, tidak memiliki penyebab yang jelas.

Penumpukan kalsium dapat menyerang seseorang yang tidak menderita penyakit tertentu dan tidak mengalami kerusakan jaringan atau kulit.

Kondisi ini, bahkan dapat terjadi pada seseorang yang dengan kadar kalsium dan fosfor yang normal.

Terdapat tiga bentuk calcinosis cutis yang termasuk ke dalam jenis kalsifikasi idiopatik, yakni:

Baca juga: 9 Makanan yang Mengandung Kalsium Tinggi

  1. Familial tumoral calcinosis
    Benjolan kalsium terbentuk di area persendian yang biasanya dialami oleh remaja atau anak-anak yang sehat.
  2. Benjolan (nodul) kalsifikasi subepidermal
    Ditandai dengan munculnya benjolan putih pada kulit kepala, wajah, atau kelopak mata
  3. Scrotal calcinosis
    Benjolan kalsium yang muncul pada skrotum.
  • Kalsifikasi iatrogenik

Penyebab kalsifikasi iatrogenik adalah efek samping dari obat-obatan atau prosedur medis tertentu, seperti:

  1. Infus cairan yang mengandung kalsium dan fosfat
  2. Suntik kalsium glukonat, kalsium klorida, dan asam para aminosalisilat dalam pengobatan tuberkulosis (TBC)
  3. Prosedur pengambilan sampel darah dari tumit bayi yang baru lahir (heel stick).
  • Kalsifilaksis

Hingga kini, penyebab kalsifilaksis belum diketahui secara pasti. Meskipun sangat jarang terjadi, beberapa kondisi berikut diduga berkaitan dengan kalsifilaksis:

  1. Gagal ginjal kronis
  2. Kegemukan atau obesitas
  3. Diabetes
  4. Hiperparatiroidisme.

Diagnosis

Dikutip dari Very Well Health, diagnosis calcinosis cutis diawali dengan pemeriksaan fisik, terutama pada kulit, dan anamnesis mengenai riwayat kesehatan pasien.

Baca juga: 10 Makanan Kaya Kalsium, Tak Hanya Susu

Selanjutnya, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang berikut guna memastikan diagnosis:

  • Tes darah
    Untuk mengetahui dan mengukur kadar kalsium dan fosfat, serta hormon paratiroid.
  • Tes fungsi ginjal
    Untuk mengetahui seberapa baik fungsi ginjal dalam bekerja dan mendeteksi penyakit ginjal.
  • Pemeriksaan radiologis
    Pemeriksaan CT scan dan bone scan dapat dilakukan untuk mengetahui keberadaan kalsifikasi.
  • Biopsi
    Mengambil sampel jaringan pada benjolan untuk menyingkirkan kondisi lain yang menyebabkan benjolan pada kulit, misalnya milia.

Perawatan

Merangkum MedIndia dan Very Well Health, calcinosis cutis memiliki beragam metode penanganan karena disesuaikan pada penyebab yang mendasarinya.

Berikut beberapa metode penanganan untuk mengatasi calcinosis cutis:

  • Obat-obatan

Dokter akan meresepkan obat-obatan yang dapat menghambat penyerapan kalsium oleh tubuh dan mengurangi penumpukan kalsium, seperti:

Baca juga: Waspada, 6 Tanda Tubuh Kekurangan Kalsium

  1. Diltiazem, verapamil, dan amlodipine
    Merupakan obat golongan Calcium Channel Blocker (antagonis kalsium) yang dapat mencegah masuknya kalsium ke dalam sel-sel kulit
  2. Colchicine atau kolkisin
    Merupakan obat antiinflamasi yang dapat mengatasi rasa nyeri dan peradangan, serta memperkecil ukuran benjolan
  3. Warfarin
    Merupakan obat pengencer darah (antikoagulan) yang dapat meredakan peradangan dan mengurangi endapan kalsium
  4. Bisfosfonat
    Obat untuk menangani dan mencegah penyakit osteoporosis atau penyakit lainnya, seperti penyakit Paget dan hiperkalsemia (kelebihan kalsium dalam darah)
  • Operasi

Prosedur operasi mungkin akan dilakukan jika benjolan disertai nyeri hebat dan luka lepuh, terjadi infeksi berulang, atau menyebabkan gangguan fungsi organ.

Meskipun telah dilakukan operasi, luka bekas operasi dapat memicu penumpukan kalsium.

Maka dari itu, dokter akan mengawali prosedur operasi dengan mengangkat sebagian kecil benjolan sebelum mengangkat benjolan secara keseluruhan.

  • Terapi

Terdapat beberapa metode terapi yang dapat mengatasi calcinosis cutis, yakni:

  1. Terapi laser
    Menggunakan sinar laser karbondioksida untuk mengangkat atau mengurangi ukuran benjolan
  2. Iontophoresis
    Pada terapi ini, dokter akan memberikan obat-obatan yang dapat melarutkan kalsium melalui kulit dengan menggunakan listrik arus lemah.

Baca juga: 7 Gejala Kekurangan Kalsium yang Perlu Diwaspadai

Komplikasi

Dirangkum dari WebMD dan Healthline, calcinosis cutis dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:

  1. Gerak tubuh terbatas yang dapat disebabkan oleh deformitas
  2. Pembengkakan
  3. Infeksi bakteri
  4. Ulkus kulit (borok), merupakan luka terbuka yang sulit sembuh dan kerap kambuh
  5. Nyeri
  6. Gangguan fungsi ginjal, seperti batu ginjal dan gagal ginjal
  7. Osteoporosis
  8. Aritmia atau gangguan detak jantung yang tidak teratur.

Pencegahan

Merangkum situs MedIndia dan Healthline, cara mencegah calcinosis cutis adalah dengan menghindari penumpukan kalsium dalam tubuh.

Berikut beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terkena calcinosis cutis:

  • Lakukan tes darah secara berkala guna mengukur kadar kalsium dan fosfor, terutama bagi penderita gagal ginjal kronis atau berusia 65 tahun ke atas
  • Lakukan pemeriksaan apabila menderita penyakit bawaan, seperti kelainan pada organ jantung atau ginjal
  • Konsultasikan mengenai pengobatan yang dapat memengaruhi kadar kalsium, seperti obat antikolesterol, antihipertensi, atau terapi penggantian hormon
  • Batasi konsumsi suplemen tinggi kalsium dan konsultasikan dengan dokter mengenai kebutuhan kalsium harian guna mencegah kelebihan kalsium
  • Lakukan konsultasi dengan dokter mengenai kebutuhan kalsium yang tepat sesuai usia, jenis kelamin, dan kondisi secara keseluruhan
  • Terapkan gaya hidup sehat, seperti tidak merokok, mengonsumsi makanan sehat dan bergizi, dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol.

Baca juga: 9 Makanan yang Mengandung Kalsium Tinggi

Seseorang yang mengalami psikosis atau emosi yang berubah-ubah, sebaiknya segera melakukan pemeriksaan diri ke dokter.

Psikosis merupakan kondisi kejiwaan yang terjadi ketika penderitanya mengalami kesulitan dalam membedakan kenyataan dan imajinasi.

Psikosis dan emosi yang berubah-ubah dapat menjadi gejala adanya penumpukan kalsium pada otak.

Maka dari itu, penting untuk segera melakukan pemeriksaan diri apabila mengalami kedua kondisi tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com