KOMPAS.com - Malnutrisi menjadi suatu masalah yang masih diperjuangkan penyelesaiannya. Bahkan, mengakhiri segala macam bentuk malnutrisi termasuk ke dalam rencana aksi global Sustainable Development Goals (SDG) yang disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), malnutrisi merupakan ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi, energi, dan permintaan tubuh untuk memastikan pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi spesifik.
Istilah malnutrisi energi protein (PEM) mengacu pada sekelompok gangguan yang terdapat dalam lingkup marasmus, kwashiorkor, dan keadaan peralihan marasmus-kwashiorkor.
Baca juga: Mengenal Berbagai Penyebab Gizi Buruk Pada Balita
Biasanya, anak-anak dengan PEM primer ditemukan di negara berkembang.
Hal ini disebabkan pasokan makanan yang tidak memadai akibat faktor sosial ekonomi, politik, dan terkadang lingkungan seperti bencana alam.
Marasmus dapat menyerang siapa saja, khususnya anak-anak. Kondisi ini dapat dialami seseorang yang memiliki kekurangan nutrisi parah, seperti:
Kwashiorkor merupakan bentuk kekurangan gizi yang parah. Tanda utama dari kwashiorkor adalah terlalu banyak cairan pada jaringan tubuh yang menyebabkan pembengkakan di bawah kulit (edema).
Biasanya edema akan mulai terlihat di kaki, tetapi dapat melibatkan seluruh tubuh, termasuk wajah.
Penderita marasmus kwashiorkor akan memiliki gejala yang timbul dari kedua kondisi tersebut.
Baca juga: Anak Susah Makan Bikin Gizi Buruk, Atasi dengan 7 Cara Berikut
Secara karakteristik, penderita memiliki jumlah massa otot yang tidak ideal dan edema secara bersamaan. Selain itu, pertumbuhan dan perkembangan penderita juga terhambat.
Gejala utama marasmus adalah kekurangan berat badan. Anak-anak dengan marasmus akan memiliki karakteristik hilangnya massa otot dalam jumlah besar dan lemak subkutan.
Lemak subkutan merupakan lapisan lemak yang terdapat tepat di bawah kulit.
Selain itu, gejala marasmus adalah:
Sementara itu, gejala kwashiorkor meliputi:
Baca juga: Mengenal Malnutrisi dan Bahayanya Bagi Kesehatan
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul dari malnutrisi energi protein, di antaranya:
Malnutrisi energi protein didiagnosis secara klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, termasuk:
Selain itu, dokter juga mungkin akan melakukan tes darah yang biasanya akan menunjukkan anemia, kadar protein, dan albumin yang rendah.
Penderita PEM juga seringkali juga ditemukan mengalami kelainan fungsi hati.
Diperlukan pemeriksaan komprehensif seperti evaluasi nutrisi dan pencarian lebih lanjut untuk mencari kondisi terkait seperti cystic fibrosis dan infeksi HIV.
Diagnosis lain yang dapat dihasilkan:
Baca juga: Malnutrisi
Dalam menangani malnutrisi energi protein, diperlukan kehati-hatian untuk menghindari refeeding syndrome yang dapat mengakibatkan kematian.
WHO menyatakan tiga pendekatan dalam menangani PEM:
Hal pertama yang harus dilakukan adalah mengganti cairan dan elektrolit serta mengobati infeksi terkait.
Penggantian makronutrien dilakukan setelah 24-28 jam dengan pengawasan dari spesialis ahli gizi.
Defisiensi mikronutrien dapat terlihat lebih jelas dan dihindari melalui suplemen awal.
Sindrom refeeding dapat timbul jika penderita kelebihan cairan, kekurangan elektrolit, hiperglikemia, diare, dan aritmia jantung.
Sementara itu, kulit dapat diobati dengan pasta atau krim seng topikal. Suplemen seng oral juga dapat membantu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.