Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/09/2021, 09:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Umumnya, mengompol dialami oleh bayi atau anak kecil yang masih belum bisa mengendalikan rasa ingin buang air kecil.

Padahal sebenarnya mengompol dapat terjadi pada semua usia, mulai bayi hingga lanjut usia.

Namun, banyak orang yang menganggap bahwa ngompol saat dewasa adalah hal yang tidak wajar dan cukup memalukan.

Bagi orang dewasa yang pernah atau sesekali mengompol mungkin masih dianggap wajar jika terjadi secara tidak sadar pada malam hari.

Baca juga: 10 Penyebab Mengompol pada Orang Dewasa

Akan tetapi, terdapat beberapa orang yang mengompol dalam keadaan sadar atau tidak sedang tertidur.

Hal ini dapat menjadi gejala suatu penyakit yang disebut inkontinensia urine (IU) atau yang juga dikenal dengan sebutan kebocoran urine.

IU adalah kondisi di mana tubuh kehilangan kendali terhadap kandung kemih yang menyebabkan seseorang buang air kecil di luar keinginannya.

Penyakit ini menjadi masalah umum yang sering dialami banyak orang, khususnya pada lansia, walaupun dapat terjadi pada usia lainnya.

IU adalah penyakit yang mengganggu dan memalukan karena penderita tidak dapat mencegah urine bocor keluar.

Penyebab

Melansir NHS, terdapat empat jenis inkontinensia urine disertai dengan penyebab yang berbeda, yakni:

  1. Inkontinensia tekanan atau stress incontinence, disebabkan:
    a. melemahnya atau rusaknya otot-otot yang digunakan untuk mencegah buang air kecil
    b. melakukan operasi pengangkatan prostat
    c. melahirkan secara prevaginam 
  2. Inkontinensia dorongan atau urge incontinence, disebabkan:
    a. kandung kemih membengkak
    b. terjadi infeksi pada kandung kemih
    c. terdapat batu dalam kandung kemih
    d. mengidap kanker kandung kemih
    e. mengalami cedera saraf
    f. mengalami pembesaran prostat
  3. Inkontinensia meluber atau overflow incontinence, disebabkan:
    a. otot-otot kandung kemih yang melemah
    b. sumbatan pada saluran kencing
    c. kerusakan saraf
    d. efek dari beberapa obat-obatan
  4. Inkontinensia fungsional atau functional incontinence, disebabkan:
    a. kebingungan
    b. demensia
    c. penglihatan atau pergerakan tubuh yang buruk
    d. kurang tanggap, misalnya sulit membuka kancing celana
    e. depresi atau kecemasan yang menyebabkan enggan untuk menggunakan kamar mandi
  5. Inkontinensia total atau total incontinence, disebabkan:
    a. masalah kandung kemih sejak lahir
    b. mengalami cedera tulang belakang bawaan
    c. memiliki lubang kecil seperti terowongan di antara kandung kemih dan fistula

Baca juga: 4 Cara Mudah Cegah Sering Buang Air Kecil di Malam Hari

Gejala

Mengutip Medical News Today, gejala utama penyakit ini adalah adanya kebocoran urine yang tidak disengaja.

Pada sebagian orang akan mengalami kondisi ini sesekali tetapi juga dapat terjadi secara terus-menerus.

Berikut adalah beberapa gejala sesuai dengan jenis inkontinensia urine:

  1. Inkontinensia tekanan
    Urine keluar disaat kandung kemih berada di bawah tekanan, seperti saat batuk, bersin, tertawa, atau mengangkat beban yang berat
  2. Inkontinensia dorongan
    Ada dorongan tiba-tiba yang tidak disengaja dari dinding otot kandung kemih yang menyebabkan keinginan buang air kecil tidak tertahankan.
  3. Inkontinensia meluber
    Urine terus menerus mengalir keluar dan mengakibatkan seringnya kencing dalam jumlah yang sedikit.
  4. Inkontinensia fungsional
    Urine merembes karena tidak dapat tepat waktu sampai di toilet.
  5. Inkontinensia total
    Kandung kemih tidak dapat menyimpan urine sama sekali dan menyebabkan penderita terus-menerus mengalami buang air kecil atau sering mengalami kebocoran.

Selain itu, terdapat beberapa gejala lain yang mungkin dirasakan ketika terserang penyakit ini, di antaranya:

  • demam dan sakit pada perut
  • kencing berdarah
  • inkontinensia menghambat pergerakan atau kegiatan sehari-hari

Baca juga: Minum Teh Bikin Sering Buang Air Kecil, Kok Bisa?

Diagnosis

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis inkontinensia urine:

  1. Menggunakan buku harian kandung kemih, untuk mencatat berapa banyak cairan yang diminum, intensitas buang air kecil, dan sebagainya.
  2. Pemeriksaan fisik, untuk memeriksa kekuatan otot dasar panggul dan melihat ukuran kelenjar prostat.
  3. Urinalisis, untuk melihat tanda-tanda infeksi dan kelainan
  4. Tes darah, untuk menilai fungsi ginjal
  5. Post-void residual (PVR) measurement, untuk mengukur berapa banyak urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah buang air kecil
  6. USG panggul, untuk membantu melihat kondisi panggul
  7. Pemeriksaan urodinamik, untuk menentukan seberapa besar tekanan yang dapat ditahan oleh otot kandung kemih dan sfingter urine
  8. Sistogram, untuk memberikan gambaran kandung kemih
  9. Sistoskopi, untuk melihat kelainan pada saluran kemih
  10. Dipstick test, pada kasus infeksi saluran kemih akibat bakteri

Komplikasi

Penyakit ini menyebabkan penderita tidak mampu untuk menahan urine sehingga terkadang dapat menimbulkan ketidaknyamanan, rasa malu, dan masalah lainnya.

Berikut beberapa masalah fisik yang dapat muncul akibat inkontinensia urine:

Baca juga: Apa Penyebab Ibu Hamil Sering Buang Air Kecil?

  • Masalah kulit
    Kulit menjadi mudah luka, ruam, dan infeksi karena sering terkena air atau lembap sepanjang waktu, bahkan memicu infeksi jamur.
  • Infeksi saluran kemih
    Penggunaan kateter urine jangka panjang berisiko menyebabkan infeksi.
  • Prolaps uterus
    Bagian dari vagina, kandung kemih, dan terkadang uretra dapat mendekati pintu masuk vagina akibat lemahnya otot dasar panggul.

Perawatan

Melansir Mayo Clinic, penanganan untuk inkontinensia urine disesuaikan dengan jenis inkontinensia, tingkat keparahan, dan penyebab yang mendasarinya.

Berikut beberapa metode mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urine:

  • Merubah gaya hidup, seperti mengurangi atau menghindari asupan kafein, membatasi asupan alkohol, dan asupan yang dapat menyebabkan iritasi pada kandung kemih.
  • Senam kegel, untuk melatih otot dasar panggul
  • Bladder training, agar penderita terlatih menunggu lebih lama sebelum buang air kecil
  • Cukupi kebutuhan air dan pastikan tidak dehidrasi
  • Rutin olahraga untuk membangun otot-otot pada panggul

Selain itu, terdapat beberapa jenis pengobatan lainnya yang dapat membantu meredakan atau menghilangkan gejala inkontinensia urine, diantaranya:

  • Pengobatan antispasmodik atau antikolinergik, untuk mengendalikan kandung kemih dan meningkatkan kapasitas kandung kemih
  • Melakukan stimulasi elektrik, untuk merangsang dan memperkuat otot-otot dasar panggul
  • Estrogen oles dosis rendah untuk memperbarui jaringan uretra dan area vagina
  • Suntik botulinum toxin (botox), untuk merilekskan otot-otot kandung kemih
  • Melakukan pembedahan (operasi) jika pengobatan lainnya gagal

Baca juga: 8 Penyebab Nyeri saat Buang Air Kecil yang Perlu Diwaspadai

Terdapat beberapa alat medis yang dapat digunakan untuk mengatasi inkontinensia urine, yaitu:

  • Urethral insert, untuk mencegah kebocoran urine
  • Pessary, untuk membantu dalam menahan posisi kandung kemih sehingga dapat mencegah kebocoran urine

Berikut adalah beberapa operasi yang dilakukan untuk mengobati inkontinensia urine:

  • Sfingter uretra buatan, agar penderita dapat mengendalikan kencing
  • Sling procedure, untuk membantu uretra agar tetap tertutup, khususnya saat batuk atau bersin
  • Bladder neck suspension, untuk menyokong uretra dan leher kandung kemih
  • Prolapsed surgery, bagi wanita yang mengalami inkontinensia urine lebih dari satu jenis bersamaan dengan keluarnya organ panggul dari vagina

Pencegahan

Beberapa cara berikut dapat dilakukan untuk mengurangi faktor risiko yang menyebabkan inkontinensia urine:

  1. Membatasi asupan alkohol
  2. Hindari atau kurangi asupan kafein
  3. Menjaga berat badan agar tetap ideal\
  4. Rutin melakukan senam Kegel
  5. Tidak merokok
  6. Konsumsi makanan tinggi serat untuk mencegah sembelit

Baca juga: 7 Penyebab Buang Air Kecil Terasa Sakit

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau