Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/10/2021, 19:00 WIB
Annisyah Dewi N,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kompartemen merupakan sekelompok jaringan otot, pembuluh darah, dan saraf pada lengan dan tungkai.

Kompartemen dikelilingi oleh membran kuat yang disebut fascia. Fascia umumnya tidak lentur atau tidak dapat mengembang.

Akibatnya, jika terjadi pembengkakan atau perdarahan di dalam kompartemen otot karena cedera dapat menyebabkan peningkatan tekanan di area tersebut.

Baca juga: 7 Penyebab Nyeri Otot yang Bisa Terjadi

Kondisi ini dikenal sebagai sindrom kompartemen, yaitu kondisi menyakitkan yang terjadi akibat meningkatnya tekanan di dalam kompartemen otot.

Tekanan ini dapat menghambat aliran darah sehingga jaringan otot dan saraf akan kekurangan oksigen dan asupan nutrisi.

Jika hal ini terjadi, dapat memicu kerusakan pada otot dan saraf, serta dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis) permanen.

Jenis

Mengutip dari National Health Service, terdapat dua jenis sindrom kompartemen, yaitu:

Merupakan sindrom kompartemen yang terjadi secara tiba-tiba dan biasanya disebabkan oleh cedera berat.

Sindrom kompartemen akut adalah kondisi darurat medis karena dapat menyebabkan kerusakan otot permanen jika tidak segera mendapat penanganan.

  • Sindrom kompartemen kronis

Merupakan tipe sindrom kompartemen yang dapat terjadi karena cedera olahraga, terutama yang melibatkan gerakan berulang (repetitif).

Sindrom kompartemen kronis bukan merupakan kondisi darurat medis dan biasanya akan mereda beberapa menit setelah menghentikan aktivitas.

Baca juga: 11 Fungsi Otot pada Manusia

Gejala

Melansir Healthline, gejala sindrom kompartemen dapat bervariasi sesuai dengan jenisnya.

Sindrom kompartemen akut, meliputi:

  1. Nyeri hebat yang tidak membaik setelah melakukan pengobatan
  2. Rasa sakit yang memburuk pada kaki atau lengan saat melakukan peregangan atau menggunakan otot yang cedera
  3. Perasaan ketat atau penuh pada otot
  4. Sensasi terbakar atau kesemutan di sekitar kulit area cedera
  5. Pada tingkat lanjut, dapat menyebabkan mati rasa dan kelumpuhan sebagai tanda kerusakan permanen pada otot dan jaringan

Sindrom kompartemen kronis, di antaranya:

  1. Nyeri atau kram saat berolahraga
  2. Nyeri atau kram akan menghilang dalam 30 menit setelah berhenti olahraga
  3. Rasa sakit dapat berlangsung lebih lama jika tidak menghentikan aktivitas yang memicu kondisi tersebut
  4. Mengalami kesulitan menggerakkan kaki, lengan, atau area yang terkena
  5. Mati rasa
  6. Tonjolan pada otot yang terkena

Penyebab

Merangkum Healthline dan National Health Service, sindrom kompartemen dapat terjadi jika terdapat perdarahan atau pembengkakan di dalam bagian kompartemen.

Baca juga: 6 Cara Mudah Atasi Nyeri Otot Setelah Olahraga

Hal ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan di dalam kompartemen dan dapat menghambat aliran darah.

Jika tidak segera ditangani maka kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen sebab sel otot dan sel saraf tidak mendapat nutrisi dan oksigen yang dibutuhkannya.

Sindrom kompartemen yang tidak ditangani dapat menyebabkan kematian jaringan (nekrosis) permanen, bahkan berujung pada amputasi.

Selain itu, terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan sindrom kompartemen, yaitu:

  1. Patah tulang atau cedera yang meremukkan lengan atau kaki
  2. Luka bakar yang dapat menyebabkan jaringan parut dan terasa kencang di kulit
  3. Pemakaian gips atau perban yang terlalu ketat sebelum pembengkakan mereda
  4. Komplikasi operasi untuk memperbaiki pembuluh darah yang tersumbat atau rusak
  5. Cedera otot yang memar
  6. Efek samping penyalahgunaan narkoba dan alkohol
  7. Olahraga intensitas tinggi, terutama yang membutuhkan gerakan berulang, seperti berlari atau bersepeda

Faktor risiko

Dirangkum dari Mayo Clinic dan OrthoInfo, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko terkena sindrom kompartemen, yaitu:

  • Berusia di bawah 30 tahun
  • Melakukan olahraga yang melibatkan gerakan berulang, seperti jogging, berenang, atau bersepeda
  • Melakukan olahraga secara berlebihan, misalnya durasi dan intensitas yang tinggi
  • Mengonsumsi steroid anabolik

Baca juga: Cedera Olahraga, Begini Penanganan yang Tepat Menurut Dokter

Diagnosis

Mengutip Cleveland Clinic, berikut beberapa metode diagnosis untuk sindrom kompartemen:

  • Pemeriksaan fisik

Dokter akan menekan tendon/urat dan tulang kering untuk memastikan apakah penderita mengalami tendinitis dan shin splints.

  • Rontgen atau MRI scan

Untuk mengetahui apakah terjadi patah tulang dan mengetahui kondisi medis lain yang menyebabkan penderita merasakan nyeri.

  • Tes untuk mengukur tekanan pada kompartemen

Tes yang dilakukan dengan memasukkan jarum khusus yang dilengkapi alat pengukur ke area yang cedera untuk mengukur tekanan pada kompartemen.

Perawatan

Dirangkum dari Cleveland Clinic dan Healthline, penanganan sindrom kompartemen akan disesuaikan dengan jenisnya, yaitu:

  • Sindrom kompartemen akut

Pembedahan atau fasciotomy merupakan satu-satunya metode penanganan untuk kondisi ini.

Dokter akan membuat sayatan di kulit untuk membuka fascia yang menutupi kompartemen dan mengangkat sel otot yang sudah mati.

Baca juga: Cedera Olahraga, Pentingnya “Sedia Payung Sebelum Hujan” Bagi Atlet

Hal ini bertujuan untuk mengurangi tekanan pada kompartemen.

Pada kasus yang parah, dokter harus menunggu hingga pembengkakan mereda sebelum menutup sayatan.

  • Sindrom kompartemen kronis

Berikut beberapa tindakan penanganan untuk mengatasi sindrom kompartemen kronis:

  1. Fisioterapi untuk meregangkan otot
  2. Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) untuk mengatasi peradangan
  3. Mengubah jenis permukaan untuk berolahraga
  4. Melakukan variasi olahraga agar tidak memberikan tekanan pada otot yang sama
  5. Melakukan aktivitas dengan risiko rendah, termasuk saat berolahraga
  6. Mengangkat tungkai setelah beraktivitas
  7. Istirahat yang cukup setelah beraktivitas
  8. Kompres dengan es yang dilapisi handuk atau kain setelah beraktivitas

Apabila metode tersebut tidak berhasil menangani sindrom kompartemen kronis, penderita mungkin memerlukan pembedahan atau fasciotomy.

Pembedahan umumnya lebih efektif daripada metode nonbedah untuk mengobati sindrom kompartemen kronis.

Komplikasi

Merangkum Healthline dan WebMD, apabila tidak segera ditangani, sindrom kompartemen dapat menyebabkan beberapa komplikasi berikut:

Baca juga: 4 Pertolongan Pertama Penanganan Cedera Olahraga Ringan

  1. Kerusakan permanen pada saraf, otot, dan pembuluh darah
  2. Infeksi
  3. Penurunan fungsi otot
  4. Pembentukan jaringan parut di otot
  5. Gagal ginjal karena aliran darah dari dan ke organ perut berkurang
  6. Kematian jaringan yang berujung pada amputasi

Pencegahan

Dilansir dari Cleveland Clinic, melakukan diagnosis dan penanganan dini dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat sindrom kompartemen akut.

Bagi penderita yang menggunakan perban atau gips harus memperhatikan rasa sakit dan pembengkakan.

Jika nyeri dan pembengkakan semakin berat lakukan konsultasi dengan dokter untuk menyesuaikan gips atau perban guna mencegah sindrom kompartemen.

Sedangkan sindrom kompartemen kronis dapat dicegah dengan melakukan beberapa cara berikut:

  1. Lakukan aktivitas atau olahraga secara bertahap bukan secara mendadak dan terlalu cepat
  2. Lakukan variasi olahraga agar gerakan berulang tidak memberi tekanan lebih pada otot tertentu
  3. Kurangi intensitas olahraga dan hentikan aktivitas saat tubuh merasa lelah atau merasa sakit pada bagian tertentu
  4. Gunakan alas kaki yang tepat dan sesuai dengan aktivitas
  5. Lakukan latihan yang dapat meningkatkan fleksibilitas
  6. Gunakan alas atau permukaan yang lebih lembut saat berolahraga

Baca juga: 10 Macam-macam Cedera Olahraga yang Paling Sering Terjadi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.

Video rekomendasi
Video lainnya

Indeks Penyakit


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com