KOMPAS.com - Hematoma subdural (perdarahan subdural) adalah kondisi serius saat darah terkumpul di antara tengkorak dan permukaan otak.
Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh cedera kepala.
Hematoma subdural juga umum disebut hematoma intrakranial. Secara lebih luas, kondisi ini juga termasuk ke dalam jenis cedera otak traumatis.
Baca juga: Efek Cedera Kepala yang Tidak Dapat Disepelekan
Hematoma dapat terjadi saat pembuluh darah (biasanya vena) pecah di antara otak dan bagian terluar dari tiga lapisan membran yang menutupi otak (dura mater).
Darah yang bocor membentuk hematoma yang menekan jaringan otak.
Hematoma yang membesar dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara bertahap dan kemungkinan kematian.
Tiga jenis hematoma subdural adalah sebagai berikut.
Gejala hematoma intrakranial bisa terjadi tepat setelah terjadinya cedera pada kepala atau bahkan berminggu-minggu.
Seseorang dapat terlihat baik-baik saja setelah mengalami cedera kepala. Periode ini disebut interval jernih.
Namun, seiring berjalannya waktu tekanan pada otak akan meningkat dan menimbulkan beberapa atau seluruh gejala di bawah ini:
Baca juga: Cedera Kepala Berat
Semakin banyak darah yang memenuhi otak atau ruang sempit pada otak dan tengkorak, gejala lain yang akan timbul dapat meliputi:
Hematoma subdural biasanya disebabkan oleh cedera kepala.
Cedera kepala yang menyebabkan hematoma subdural seringkali parah, seperti dari kecelakaan mobil, jatuh, atau serangan kekerasan.
Selain itu, benjolan kecil di kepala juga dapat menyebabkan hematoma subdural dalam beberapa kasus.
Hematoma subdural dapat berkembang jika terdapat pendarahan ke dalam ruang antara tengkorak dan otak (ruang subdural) yang disebabkan oleh kerusakan pada pembuluh darah otak atau otak itu sendiri.
Baca juga: Cedera Kepala, Kapan Perlu Waspada?
Saat darah mulai mengisi ruang subdural, akan ada tekanan pada otak (hipertensi intrakranial) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Penyedia layanan kesehatan akan melakukan pemeriksaan fisik dan neurologis secara menyeluruh.
Selain itu, juga bertanya terkait cedera kepala (bagaimana dan kapan terjadi), meninjau gejala dan masalah medis lainnya, serta obat yang biasa dikonsumsi.
Pemeriksaan neurologi akan mencakup pemeriksaan tekanan darah, tes penglihatan, tes keseimbangan dan kekuatan, serta tes refleks dan pemeriksaan memori.
Beberapa tes lain yang mungkin digunakan, yaitu:
Tes pencitraan dapat membantu tenaga medis melihat gambar otak dengan jelas dan menentukan lokasi serta jumlah pendarahan.
Tak hanya itu, juga melihat jika ada cedera kepala, leher, atau lainnya.
Hematoma kecil yang tidak menimbulkan gejala tidak perlu diangkat.
Namun, jika gejala muncul atau memburuk beberapa hari atau minggu setelah cedera, penderita mungkin harus diawasi untuk mengamati perubahan neurologis, memantau tekanan intrakranial, dan menjalani CT scan kepala secara berulang.
Baca juga: Cedera Kepala: Jenis, Penyebab, Gejala hingga Cara Mengatasinya
Jika penderita mengonsumsi obat pengencer darah seperti warfarin, mungkin dibutuhkan terapi untuk membalikkan efek obat.
Hal ini akan mengurangi risiko pendarahan lebih lanjut.
Pilihan untuk membalikkan pengencer darah dapat melibatkan pemberian vitamin K dan plasma beku segar.
Seringkali, dibutuhkan pembedahan untuk menangani hematoma. Jenis operasi tergantung pada jenis hematoma yang dimiliki.
Beberapa opsi prosedur, yaitu:
Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.