KOMPAS.com - Perut nyeri atau kram dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk irritable bowel syndrome (IBS).
Irritable bowel syndrome (IBS) atau sindrom iritasi usus besar merupakan sekumpulan gejala pada sistem pencernaan.yang memengaruhi kerja usus besar.
Irritable bowel syndrome (IBS) menimbulkan gejala, seperti sakit atau kram perut, kembung, diare, dan sembelit.
Baca juga: 3 Gejala Irritable Bowel Syndrome (IBS) yang Perlu Diwaspadai
Kondisi ini lebih sering dialami oleh wanita dan merupakan kondisi kronis yang dapat mengalami kekambuhan sehingga memerlukan penanganan jangka panjang.
Meskipun bersifat kronis atau berkepanjangan, irritable bowel syndrome (IBS) tidak menyebabkan perubahan pada jaringan usus besar.
Irritable bowel syndrome (IBS) juga tidak meningkatkan risiko kanker usus besar. Namun pada beberapa kasus, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan pada usus.
Dirangkum dari situs Medical News Today dan National Health Service, beberapa gejala irritable bowel syndrome (IBS) yang umum adalah:
Gejala-gejala tersebut kerap memburuk saat penderita selesai makan. Gejala juga dapat datang dan pergi, semakin parah, hilang dengan sendirinya, atau mereda secara bertahap.
Kondisi ini dapat berlangsung selama beberapa hari, minggu, atau bulan, dan dapat kembali kambuh atau justru pulih sepenuhnya.
Selain itu, terdapat beberapa gejala lain yang dapat muncul akibat mengalami irritablebowel syndrome (IBS), seperti:
Baca juga: 5 Cara Mengelola Gejala IBS (Sindrom Iritasi Usus Besar)
Penderita IBS mungkin juga akan mengalami rasa cemas berlebihan, bahkan depresi akibat ketidaknyamanan dan perasaan malu karena menderita IBS.
Melansir Cleveland Clinic, terdapat beberapa jenis IBS berdasarkan gejala atau jenis masalah buang air besar yang diderita, seperti:
Merangkum Healthdirect dan Mayo Clinic, penyebab sindrom iritasi usus besar masih belum diketahui secara pasti.
Baca juga: 7 Hal yang Tak Boleh Dilakukan Saat Didiagnosis Menderita IBS
Namun, terdapat beberapa kondisi yang diduga menjadi pemicu dari gangguan pada sistem pencernaan, yaitu:
Dinding usus dilapisi oleh otot yang berkontraksi ketika memindahkan makanan melalui saluran pencernaan.
Kontraksi dinding usus yang lebih kuat dan berlangsung lebih lama dari biasanya dapat menyebabkan perut kembung dan diare.
Tidak hanya kontraksi dinding usus yang lebih kuat, kontraksi dinding usus yang terlalu lemah juga dapat memicu gangguan pada sistem pencernaan.
Hal ini dikarenakan kontraksi usus yang terlalu lemah akan memperlambat perjalanan makanan sehingga feses menjadi lebih keras dan kering.
Kelainan pada saraf di sistem pencernaan dapat menyebabkan seseorang mengalami ketidaknyamanan pada perut.
Sinyal antara otak dan usus yang tidak terkoordinasi dengan baik menyebabkan tubuh bereaksi berlebihan terhadap perubahan yang terjadi pada proses pencernaan.
Kondisi inilah yang menimbulkan rasa sakit, diare, atau sembelit.
Sindrom iritasi usus besar dapat berkembang setelah serangan diare hebat (gastroenteritis) akibat infeksi bakteri atau virus.
Sindrom iritasi usus besar juga dapat dikaitkan dengan keberadaan bakteri berlebih di dalam usus.
Baca juga: 3 Kesalahan yang Bisa Memperburuk Gejala Sindrom Iritasi Usus Besar
Orang yang mengalami stres berat pada usia muda, terutama di masa kanak-kanak, cenderung lebih rentan mengalami gejala IBS.
Mikroflora merupakan bakteri baik yang ada di dalam usus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mikroflora pada penderita IBS berbeda dengan orang sehat.
Peran alergi makanan atau intoleransi makanan terhadap IBS belum diketahui secara pasti dan alergi makanan pun jarang menyebabkan IBS.
Meskipun demikian, sebagian orang yang memiliki alergi mengalami gejala sindrom iritasi usus besar yang lebih buruk ketika mengonsumsi makanan atau minuman tertentu.
Beberapa contoh makanan yang dapat memperburuk gejala IBS, seperti gandum, produk susu, jeruk, kacang-kacangan, kol, susu, dan minuman bersoda.
Menurut Mayo Clinic, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko seseorang mengalami sindrom iritasi usus besar, di antaranya:
Baca juga: Emosi Negatif Memperburuk Sindrom Iritasi Usus Besar, Begini Solusinya
Mengutip Cedars-Sinai, diagnosis sindrom iritasi usus besar atau IBS diawali dengan anamnesis mengenai gejala dan riwayat kesehatan pasien secara keseluruhan.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang guna memastikan diagnosis.
Berikut beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis IBS dan mengesampingkan kondisi lain yang menimbulkan gejala serupa:
Baca juga: 9 Gejala Sindrom Iritasi Usus yang Perlu Diwaspadai
Dirangkum dari Healthline dan Mayo Clinic, tidak ada obat atau metode penanganan yang dapat sepenuhnya menyembuhkan penyakit ini.
Namun, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meredakan atau mengendalikan gejala, seperti:
Hal ini dilakukan untuk mengelola stres dan meringankan gejala. Beberapa perubahan gaya hidup yang dapat diterapkan oleh penderita IBS, meliputi:
Baca juga: 5 Cara Kontrol Gejala Sindrom Iritasi Usus saat Bepergian
Beberapa jenis obat-obatan yang mungkin akan diresepkan dokter guna mengendalikan atau meredakan gejala IBS, meliputi:
Baca juga: Gejala Mirip, Ini Beda Kanker Usus dan Sindrom Iritasi Usus Besar
Merangkum Mayo Clinic dan Healthdirect, sindrom iritasi usus besar ini merupakan penyakit kronis yang dapat memicu beberapa komplikasi berikut:
Dirangkum dari situs Healthdirect dan Everyday Health, tidak ada tindakan pencegahan yang sepenuhnya dapat mencegah irritable bowel syndrome (IBS).
Namun, beberapa perubahan gaya hidup berikut dapat mengurangi risiko terkena irritable bowel syndrome (IBS) dan mengurangi kekambuhan penyakit ini:
Baca juga: Emosi Negatif Memperburuk Sindrom Iritasi Usus Besar, Begini Solusinya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.Artikel ini tidak diperuntukkan untuk melakukan self diagnosis. Harap selalu melakukan konsultasi dengan dokter untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang tepat.